LAPORAN
WAWANCARA DENGAN
SEORANG
PENCARI KROTO
A.
TUJUAN
Tujuan dari dilakukannya wawancara ini adalah untuk
mengetahui suka duka keluarga seorang pencari kroto.
B.
NARASUMBER
Dalam wawancara kali ini, kami memutuskan untuk menemui
Bapak Imam Mu’arif sebagai narasumber kami.
C.
WAKTU
Wawancara dilaksanakan pada :
Hari :
Minggu
Tanggal : 5
Februari 2012
Pukul :
14.00 – 15.30 WIB
D.
TEMPAT
Kelompok kami melakukan wawancara di dua tempat. Yang
pertama kami melakukan wawancara di rumah Bapak Imam Mu’arif. Yang ke dua, kami
melakukan wawancara di sawah tempat Bapak Imam Mu’arif melakukan pekerjaan
tambahan. Kadua tempat tersebut masih tergabung dalam satu daerah yaitu di Desa
Kewangunan RT 01 RW 01 Petanahan, Kebumen.
E.
PEWAWANCARA
Anggota dari kelompok kami :
1. Amalia Ulfah (03)
2. Arif Budi Kusuma (07)
3. Badrotul Kiromah (10)
4. Dita Syahmala Rozda (12)
F.
HASIL
Riwayat sang Pencari Kroto
Bapak Imam
Mu’arif, anak pertama dari tujuh bersaudara yang lahir pada tahun 1974. Semasa
kecilnya, ia hanya bersekolah hingga tamat Sekolah Dasar (SD). Tak ada yang
bisa ia lakukan selain mencari pekerjaan yang layak baginya. Tanggung jawabnya
sebagai seorang kakak membawanya berkelana ke daerah Purwokerto untuk mencari
kerja. Nasib mempertemukannya dengan seorang wanita cantik saat bapak ini
bekerja sebagai kuli bangunan.
Tak lama
setelah itu, akhirnya mereka berkenalan dan menikah. Wanita cantik yang bernama
Ibu Napsiyah kini menjadi isterinya. Ibu Napsiyah ini adalah wanita asli
Purwokerto yang lahir pada tanggal 10 April 1979. Karena mereka tak meiliki
lahan di Purwokerto, akhirnya Bapak Imam memutuskan untuk membangun seduah
gubuk di Kebumen. Pada saat inilah, pencarian kroto mulai dilakukan.
Pada
awalnya, beliau merasakan kesulitan yang harus ia hadapi saat mencari kroto.
Akan tetapi, tak terasa lima tahun sudah beliau menggeluti pekerjaan tersebut.
Setidaknya mencari kroto lebih baik daripada samasekali tidak bekerja. Apalagi
sekarang beliau sudah memiliki anak yang sudah cukup besar. Anaknya yang
bernama Alfani kini duduk di kelas lima bangku Sekolah Dasar (SD).
Suka Duka Mencari Kroto
Mencari
kroto itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang pencari kroto
diharuskan memiliki kesabaran yang tinggi ketika ia harus menunggu kroto-kroto
itu jatuh. Dibutuhkan kesabaran yang luar biasa saat menunggu kroto jatuh ke
kain yang ada di ujung bambu. Selain itu, kita juga akan merasakan betapa
sakitnya leher lita karena harus terus meneru melihat ke atas.
Selain
itu, banyak pula warga yang suka mengejek ataupun hanya sekedar menyindir para
pencari kroto. Terkadang, para warga tidak memberikan izin si pencari kroto
untuk mengambil kroto di pohon milik warga. Selain karena kroto yang sulit
didapatkan, banyaknya pencari kroto dari luar kota pun bisa menghambat
pencarian kroto.
Adapaun
kendala yang lain adalah beratnya alat yang harus selalu mereka bawa dan juga
hujan yang sewaktu-waktu bisa datang.
Cara mencari kroto
Pada saat
kami melakukan wawancara, Bapak Imam Mu’arif mengajarkan kami cara-cra mencari
kroto. Pertama, kita harus memotong bambu dengan ukuran panjang tertentu dan
pada ujungnya diberi kain yang digunakkan untuk menangkap kroto yang jatuh agar
bisa langsung dikumpulkan. Apabila panjang bambu dirasa kurang, maka kita bisa
menyambungnya dengan cra amengikat bambu menggunakkan tali rafia.
Pencarian
kroto biasanya dilakukan sekitar pukul 09.00 sampai pukul 12.00 pagi hari. Dalam
seminggi, Bapak Imam bisa mencari krotoBapak Imam Mu’arif biasanya mencari
kroto di sekitar komplek rumah. Akan tetapi, beliau juga biasa untuk mencari
kroto di desa lain bahkan di lain kecamatan. Semua itu dilakukakan agar beliau
dapat mendapatkan kroto dengan jumlah yang banyak. Pohon yang biasanya terdapat
banyak kroto adalah pohon nyamplung dan nangka. Selain itu, beliau biasanya
mencari kroto di pohon-pohon besar yang ada di kuburan.
Setelah
mendapatkan pohon yang terdapat banyak kroto, maka Bapak Imam Mu’arif harus
menggerak-gerakannya dengan bambu yang beliau bawa. Beliau harus menunggu
sampai kroto benar-benar jatuh ke kain tersebut. Setelah beberapa menit,
barulah beliau meletakkan kroto ke tempat yang telah beliau siapkan seperti
ember.
Cara penjualan kroto
Setiap
pencari kroto biasanya telah memilikki pelanggan yang setiap hari datang ke
rumah untuk membeli kroto. Untuk Bapak Imam sendiri, pelanggannya adalah orang
Jagamertan. Setiap sora sang pembeli datang untuk mengambil kroto tersebut.
Isteri Bapak Imam menuturkan bahwa beliau senang kepada pelanggan tersebhut
karena uang pembelia dibyarkan secara langsung dan kontan.
Harga penjualan kroto
Berdasarkan
data yang kami peroleh dari beberapa narasumber, harga penjualan kroto tersebut
adalah Rp70.000,00 untuk satu kilogramnya. Sedangkan untuk satu hari Bapak Imam
hanya dapat memperoleh 4-7 ons kroto dengan rata-rata 5 ons tiap harinya,
dengan demikian dapat diperkirkan Bapak Imiam mendapat penghasilan Rp 25.000,00
– Rp55.000,00. Namun karena Bapak Imam tidak mencari kroto untuk setiap
harinya, maka keluarga Bapak Imam harus pandai-pandai dalam membagi keuangan
mereka. Penghasilan yang didapatkan oleh Bapak Imam digunakan untuk membeli
kebutuhan sehari-harinya antara lain untuk membeli beras, sayuran, rokok,
makanan kambing, listrik, dll. Menurut beliau, pengeluaran terbesar digunakan
untuk membeli rokok, hal ini dikarenakan beliau telah terpengaruh candu dari
rokok. Beliau mengkonsumsi rokok sebanyak setengah bungkus perharinya.
G.
KESIMPULAN
Kita
harus senantiasa bersyukur atas apa yang kita raih. Perjuangan seorang pencari
kroto sangatlah mulia, banyak ilmu kehidupan yang dapat diperoleh dengan
bekerja keras.
Lampiran
Pokok-pokok pertanyaan:
1. Identitas narasumber
2. Riwayat kehidupan dan prinsip-prinsip kehidupannya
3. Keadaan ekonomi keluarga
4. Alasan memilih pekerjaan tersebut
5. Suka duka menjadi pencari kroto
6. Penghasilan yang didapat dari penjualan kroto
7. Cara-cara mencari kroto’
8. Tempat penjualan krotos
PERJALANAN MENUJU 5 FEBRUARI 2012
Sebuah cerita unik,antik, dn juga menarik yang datang
dari empat orang anak kelas X 1.
Wawancara, sebuah kata yang dapat membuat seseorang
berandai-andai tentangnya. Seringkali kita meihat ada orang yang bingung
mendengarnya. Hal tersebut tentu tak jauh berbeda dengan pikiran empat orang remaja tanggung yang baru
tujuh bulan duduk di bangku SMA. Mereka ini memiliki bayangan masing-masing
mengenai tugas wawancara dari Ibu Fahmi, seorang wanita cantik pengajar Bahasa
Indonesia. Tugas yang baru diberikannya satu menit yang lalu, memunculkan
sebuah ide untuk mengambil tema wawancar tersebut. Ibu Fahmi kemudian
memberikan kami sebuah gambar di LCD yang dapat memberi bayangan kepada kami
tentang tata cara berwawancara. Penjelasannya yang menarik, tentu membuat kami
tertarik untuk belajar wawancara. Akan tetapi, sungguh malang nasib seorang
gadis yang harus duduk sendiri tanpa ditemani tiga orang temannya. Mereka
bertiga bukan meninggalkannya, bukan juga karena tak mau satu kelompok
dengannya. Akan tetapi, satu di antara tiga orang tersebut tidak bisa datang
karena sakit dan dua orang lainnya datang terlambat ke sekolah. Sungguh tragis
tetapi tak bisa membuatnya menangis. Saat kedua temannya itu belum datang gadis
yang bernama Amalia itu harus berpikir keras mendapatkan ide mengenai siapa narasumber yang akan diwawancarai
dan apa pokok-pokok pertanyaannya. Selang tiga belas menit, akhirnya semua itu
selesai dan ia presentasikan hasilnya di depan kelas.
Tiga puluh
menit berlalu, akhirnya kedua anak tersebut datang bersama teman yang lain. Dua
orang itu adalah Dita dan Badrotul. Kemudian kami bertiga menyepakati usulan
yang sudah jadi sebelumnya. Pada awalnya, kami bersepakat agar pada tanggal 29
Januari 2012 kami dapat melakukan wawancara. Akan tetapi, karena pada hari itu
sebagian dari anggota kelompok ada yang memiliki acara pribadi, maka wawancara
tersebut ditunda menjadi tanggal 5 Februari 2012.
Dalam
perjalanan menuju tanggal 5 Februari 2012, kami melakukan beberapa persiapan.
Diantaranya adalah persiapan transprtasi dan yang paling utama adalah membuat
janji dengan narasumber. Karena rumah narasumber dekat dengan rumah Amal, maka
Amal sendirilah yang mengadakan janji dengan tetangga tersebut. Narasumber dari
kelompok kami adalah bapak Imam Muárif, seorang pencari kroto (telur semut)
yang tinggal di pertanahan.
Arif Budi
Kusuma, ia adalah satu-satunya anak lelaki yang ada di kelompok kami. Pada
tanggal 5 Februari bertepatan dengan hari Maulid Nabi Muhammad SAW, maka sudah
menjadi sebuah adat di sekolah mengadakan sebuah acara. Dua orang anggota
kelompok yaitu Amal dan Arif mengikuti kegiatan tersebut. Acara tersebut
selesai pada pukul 09.00 WIB. Akan tetapi, setelah itu dilaksanakan sebuah
rapat yang melibatkan kedua anak tersebut. Akhirnya, pada pukul 12.00 WIB rapat
selesai. Pada saat itu, ayah Amal menelepon Amal agar cepat pulang untuk
wawancara karena pada saat itu narasumber sudah pulang dari bekerja. Akhirnya,
Amal memberitahukan kepada Dita dan Arif agar segera berkumpul di sekolah dan
segera ke Petanahan untuk kemudian menghamiri Rotul dahulu, dilanjutkan
berwawancara. Akan tetapi, Dita pada saat itu meminta supaya Amal dan Arif
menghampiri Dita di pertigaan Guyangan. Setelah bertemu di Guyangan, kami
melanjutkan perjalanan ke Petanahan. Sesampainya di Petanahan, kami menghampiri
Rotul. Setelah kami berempat siap, kami langsung menuju rumah Bapak Imam
Muárif. Akan tetapi, beliau sudah berangkat ke sawah, sehingga yang ada di
rumah hanyalah istri dan anaknya.
Tak sabar,
kami segera melakukan aksi wawancara. Dengan berdalih layaknya seorang
wartawan, Amal dan Dita menanyakan banyak hal mengenai kehidupan keluarga
tersebut. Pada saat itu, Rotul bertugas untuk mencatat hasil wawancara,
sedangkan Arif yang merekan dan mengambil gambar pada saat wawancara. Kami
melakukannya secara bergantian, sehingga semua anggota mendapat kesempatan
untuk bertanya kepada istri Pak Imam yang bernama Ibu Nansiyah. Karena terlalu
bersemangat wawancara, kami lupa untuk mengabarkan kepada guru bahwa saat itu
kami sedang melakukan wawancara. Tak ada seorangpun diantara kami yang ingat
akan hal tersebut. Astaghfirullahaládzim.
Wawancara
kali ini cukup menarik. Kami diizinkan untuk menggunakan alat pencari kroto
yang berupa bambu panjang. Di rumah tersebut, kamipun menanyakan mengenai
pekerjaan sampingan selain mencari kroto. Kami diberitahu banyak hal mengena
pekerjaan dari pasangan suami istri tersebut. Ternyata mereka memelihara
beberapa ekor burung dan kambing yang nantinya bisa dijual. Setelah wawancara
di rumah kami rasa cukup, maka kami mohon izin untuk menemui Pak Imam di sawah.
Karena jarak dari rumah menuju sawah tidak terlalu jauh, maka kami putuskan
untuk berjalan kaki saja. Perjalanan menuju sawah hanya memakan waktu kurang
lebih 10 menit. Karena sawah yang dimaksud berada tepat di selatan kuburan, maka
dengan cepat kami bisa menemukan Bapak Imam. Kebetulan sekali, pada saat kita
datang, Pak Imam dan teman-temannya sedang beristirahat sehingga kami tdak
perlu mengganggu jam kerja beliau. Sambil duduk, Amal menanyakan beberapa hal
mengenai kroto, di mana beliau menjual serta suka duka mencari kroto.
Setelah
mendengar penjelasan yang cukup panjang, maka sekarang kami mengetahui bahwa
pekerjaan yang beliau lakukan berhubungan dengan fisik semua. Dari sinilah,
kami bisa mengerti betapa sulitnya jalan kehidupan yang harus mereka lalui.
Dari wawancara tersebut, kami mendapatkan banyak hal yang sangat bermanfaat
untuk kita. Setelah informasi dirasa cukup, kami kembali melewati sawah dan
juga kuburan. Dan setelah itu, Rotul diantarkan oleh Amal pulang. Sementara
Arif dan Dita pulang ke rumah masing-masing dengan kendaraan yang mereka bawa.
Sungguh,
tidak hanya data yang kami dapatkan. Melainkan sebuah contoh perjuangan serta
usaha kecil yang harus dilakukan demi menyambung hidup mereka sekeluarga.
No comments:
Post a Comment