Tuesday 24 September 2013

PENCARI KROTO



LAPORAN WAWANCARA DENGAN
SEORANG PENCARI KROTO

A.   TUJUAN
Tujuan dari dilakukannya wawancara ini adalah untuk mengetahui suka duka keluarga seorang pencari kroto.

B.   NARASUMBER
Dalam wawancara kali ini, kami memutuskan untuk menemui Bapak Imam Mu’arif sebagai narasumber kami.

C.   WAKTU
Wawancara dilaksanakan pada :
Hari              : Minggu
Tanggal         : 5 Februari 2012
Pukul            : 14.00 – 15.30 WIB

D.   TEMPAT
Kelompok kami melakukan wawancara di dua tempat. Yang pertama kami melakukan wawancara di rumah Bapak Imam Mu’arif. Yang ke dua, kami melakukan wawancara di sawah tempat Bapak Imam Mu’arif melakukan pekerjaan tambahan. Kadua tempat tersebut masih tergabung dalam satu daerah yaitu di Desa Kewangunan RT 01 RW 01 Petanahan, Kebumen.

E.    PEWAWANCARA
Anggota dari kelompok kami :
1.    Amalia Ulfah                 (03)
2.    Arif Budi Kusuma           (07)
3.    Badrotul Kiromah           (10)
4.    Dita Syahmala Rozda     (12)

 
F.    HASIL
Riwayat sang Pencari Kroto

          Bapak Imam Mu’arif, anak pertama dari tujuh bersaudara yang lahir pada tahun 1974. Semasa kecilnya, ia hanya bersekolah hingga tamat Sekolah Dasar (SD). Tak ada yang bisa ia lakukan selain mencari pekerjaan yang layak baginya. Tanggung jawabnya sebagai seorang kakak membawanya berkelana ke daerah Purwokerto untuk mencari kerja. Nasib mempertemukannya dengan seorang wanita cantik saat bapak ini bekerja sebagai kuli bangunan.
          Tak lama setelah itu, akhirnya mereka berkenalan dan menikah. Wanita cantik yang bernama Ibu Napsiyah kini menjadi isterinya. Ibu Napsiyah ini adalah wanita asli Purwokerto yang lahir pada tanggal 10 April 1979. Karena mereka tak meiliki lahan di Purwokerto, akhirnya Bapak Imam memutuskan untuk membangun seduah gubuk di Kebumen. Pada saat inilah, pencarian kroto mulai dilakukan.
          Pada awalnya, beliau merasakan kesulitan yang harus ia hadapi saat mencari kroto. Akan tetapi, tak terasa lima tahun sudah beliau menggeluti pekerjaan tersebut. Setidaknya mencari kroto lebih baik daripada samasekali tidak bekerja. Apalagi sekarang beliau sudah memiliki anak yang sudah cukup besar. Anaknya yang bernama Alfani kini duduk di kelas lima bangku Sekolah Dasar (SD).

Suka Duka Mencari Kroto

          Mencari kroto itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang pencari kroto diharuskan memiliki kesabaran yang tinggi ketika ia harus menunggu kroto-kroto itu jatuh. Dibutuhkan kesabaran yang luar biasa saat menunggu kroto jatuh ke kain yang ada di ujung bambu. Selain itu, kita juga akan merasakan betapa sakitnya leher lita karena harus terus meneru melihat ke atas.
          Selain itu, banyak pula warga yang suka mengejek ataupun hanya sekedar menyindir para pencari kroto. Terkadang, para warga tidak memberikan izin si pencari kroto untuk mengambil kroto di pohon milik warga. Selain karena kroto yang sulit didapatkan, banyaknya pencari kroto dari luar kota pun bisa menghambat pencarian kroto.
          Adapaun kendala yang lain adalah beratnya alat yang harus selalu mereka bawa dan juga hujan yang sewaktu-waktu bisa datang.

Cara mencari kroto

          Pada saat kami melakukan wawancara, Bapak Imam Mu’arif mengajarkan kami cara-cra mencari kroto. Pertama, kita harus memotong bambu dengan ukuran panjang tertentu dan pada ujungnya diberi kain yang digunakkan untuk menangkap kroto yang jatuh agar bisa langsung dikumpulkan. Apabila panjang bambu dirasa kurang, maka kita bisa menyambungnya dengan cra amengikat bambu menggunakkan tali rafia.
          Pencarian kroto biasanya dilakukan sekitar pukul 09.00 sampai pukul 12.00 pagi hari. Dalam seminggi, Bapak Imam bisa mencari krotoBapak Imam Mu’arif biasanya mencari kroto di sekitar komplek rumah. Akan tetapi, beliau juga biasa untuk mencari kroto di desa lain bahkan di lain kecamatan. Semua itu dilakukakan agar beliau dapat mendapatkan kroto dengan jumlah yang banyak. Pohon yang biasanya terdapat banyak kroto adalah pohon nyamplung dan nangka. Selain itu, beliau biasanya mencari kroto di pohon-pohon besar yang ada di kuburan.
          Setelah mendapatkan pohon yang terdapat banyak kroto, maka Bapak Imam Mu’arif harus menggerak-gerakannya dengan bambu yang beliau bawa. Beliau harus menunggu sampai kroto benar-benar jatuh ke kain tersebut. Setelah beberapa menit, barulah beliau meletakkan kroto ke tempat yang telah beliau siapkan seperti ember.

Cara penjualan kroto

          Setiap pencari kroto biasanya telah memilikki pelanggan yang setiap hari datang ke rumah untuk membeli kroto. Untuk Bapak Imam sendiri, pelanggannya adalah orang Jagamertan. Setiap sora sang pembeli datang untuk mengambil kroto tersebut. Isteri Bapak Imam menuturkan bahwa beliau senang kepada pelanggan tersebhut karena uang pembelia dibyarkan secara langsung dan kontan.

Harga penjualan kroto

          Berdasarkan data yang kami peroleh dari beberapa narasumber, harga penjualan kroto tersebut adalah Rp70.000,00 untuk satu kilogramnya. Sedangkan untuk satu hari Bapak Imam hanya dapat memperoleh 4-7 ons kroto dengan rata-rata 5 ons tiap harinya, dengan demikian dapat diperkirkan Bapak Imiam mendapat penghasilan Rp 25.000,00 – Rp55.000,00. Namun karena Bapak Imam tidak mencari kroto untuk setiap harinya, maka keluarga Bapak Imam harus pandai-pandai dalam membagi keuangan mereka. Penghasilan yang didapatkan oleh Bapak Imam digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-harinya antara lain untuk membeli beras, sayuran, rokok, makanan kambing, listrik, dll. Menurut beliau, pengeluaran terbesar digunakan untuk membeli rokok, hal ini dikarenakan beliau telah terpengaruh candu dari rokok. Beliau mengkonsumsi rokok sebanyak setengah bungkus  perharinya.

G.   KESIMPULAN
Kita harus senantiasa bersyukur atas apa yang kita raih. Perjuangan seorang pencari kroto sangatlah mulia, banyak ilmu kehidupan yang dapat diperoleh dengan bekerja keras.

























Lampiran

Pokok-pokok pertanyaan:
1.    Identitas narasumber
2.    Riwayat kehidupan dan prinsip-prinsip kehidupannya
3.    Keadaan ekonomi keluarga
4.    Alasan memilih pekerjaan tersebut
5.    Suka duka menjadi pencari kroto
6.    Penghasilan yang didapat dari penjualan kroto
7.    Cara-cara mencari kroto’
8.    Tempat penjualan krotos
         

PERJALANAN MENUJU 5 FEBRUARI 2012

Sebuah cerita unik,antik, dn juga menarik yang datang dari empat orang anak kelas X 1.
Wawancara, sebuah kata yang dapat membuat seseorang berandai-andai tentangnya. Seringkali kita meihat ada orang yang bingung mendengarnya. Hal tersebut tentu tak jauh berbeda dengan  pikiran empat orang remaja tanggung yang baru tujuh bulan duduk di bangku SMA. Mereka ini memiliki bayangan masing-masing mengenai tugas wawancara dari Ibu Fahmi, seorang wanita cantik pengajar Bahasa Indonesia. Tugas yang baru diberikannya satu menit yang lalu, memunculkan sebuah ide untuk mengambil tema wawancar tersebut. Ibu Fahmi kemudian memberikan kami sebuah gambar di LCD yang dapat memberi bayangan kepada kami tentang tata cara berwawancara. Penjelasannya yang menarik, tentu membuat kami tertarik untuk belajar wawancara. Akan tetapi, sungguh malang nasib seorang gadis yang harus duduk sendiri tanpa ditemani tiga orang temannya. Mereka bertiga bukan meninggalkannya, bukan juga karena tak mau satu kelompok dengannya. Akan tetapi, satu di antara tiga orang tersebut tidak bisa datang karena sakit dan dua orang lainnya datang terlambat ke sekolah. Sungguh tragis tetapi tak bisa membuatnya menangis. Saat kedua temannya itu belum datang gadis yang bernama Amalia itu harus berpikir keras mendapatkan  ide mengenai siapa narasumber yang akan diwawancarai dan apa pokok-pokok pertanyaannya. Selang tiga belas menit, akhirnya semua itu selesai dan ia presentasikan hasilnya di depan kelas.
          Tiga puluh menit berlalu, akhirnya kedua anak tersebut datang bersama teman yang lain. Dua orang itu adalah Dita dan Badrotul. Kemudian kami bertiga menyepakati usulan yang sudah jadi sebelumnya. Pada awalnya, kami bersepakat agar pada tanggal 29 Januari 2012 kami dapat melakukan wawancara. Akan tetapi, karena pada hari itu sebagian dari anggota kelompok ada yang memiliki acara pribadi, maka wawancara tersebut ditunda menjadi tanggal 5 Februari 2012.
          Dalam perjalanan menuju tanggal 5 Februari 2012, kami melakukan beberapa persiapan. Diantaranya adalah persiapan transprtasi dan yang paling utama adalah membuat janji dengan narasumber. Karena rumah narasumber dekat dengan rumah Amal, maka Amal sendirilah yang mengadakan janji dengan tetangga tersebut. Narasumber dari kelompok kami adalah bapak Imam Muárif, seorang pencari kroto (telur semut) yang tinggal di pertanahan.
          Arif Budi Kusuma, ia adalah satu-satunya anak lelaki yang ada di kelompok kami. Pada tanggal 5 Februari bertepatan dengan hari Maulid Nabi Muhammad SAW, maka sudah menjadi sebuah adat di sekolah mengadakan sebuah acara. Dua orang anggota kelompok yaitu Amal dan Arif mengikuti kegiatan tersebut. Acara tersebut selesai pada pukul 09.00 WIB. Akan tetapi, setelah itu dilaksanakan sebuah rapat yang melibatkan kedua anak tersebut. Akhirnya, pada pukul 12.00 WIB rapat selesai. Pada saat itu, ayah Amal menelepon Amal agar cepat pulang untuk wawancara karena pada saat itu narasumber sudah pulang dari bekerja. Akhirnya, Amal memberitahukan kepada Dita dan Arif agar segera berkumpul di sekolah dan segera ke Petanahan untuk kemudian menghamiri Rotul dahulu, dilanjutkan berwawancara. Akan tetapi, Dita pada saat itu meminta supaya Amal dan Arif menghampiri Dita di pertigaan Guyangan. Setelah bertemu di Guyangan, kami melanjutkan perjalanan ke Petanahan. Sesampainya di Petanahan, kami menghampiri Rotul. Setelah kami berempat siap, kami langsung menuju rumah Bapak Imam Muárif. Akan tetapi, beliau sudah berangkat ke sawah, sehingga yang ada di rumah hanyalah istri dan anaknya.
          Tak sabar, kami segera melakukan aksi wawancara. Dengan berdalih layaknya seorang wartawan, Amal dan Dita menanyakan banyak hal mengenai kehidupan keluarga tersebut. Pada saat itu, Rotul bertugas untuk mencatat hasil wawancara, sedangkan Arif yang merekan dan mengambil gambar pada saat wawancara. Kami melakukannya secara bergantian, sehingga semua anggota mendapat kesempatan untuk bertanya kepada istri Pak Imam yang bernama Ibu Nansiyah. Karena terlalu bersemangat wawancara, kami lupa untuk mengabarkan kepada guru bahwa saat itu kami sedang melakukan wawancara. Tak ada seorangpun diantara kami yang ingat akan hal tersebut. Astaghfirullahaládzim.
          Wawancara kali ini cukup menarik. Kami diizinkan untuk menggunakan alat pencari kroto yang berupa bambu panjang. Di rumah tersebut, kamipun menanyakan mengenai pekerjaan sampingan selain mencari kroto. Kami diberitahu banyak hal mengena pekerjaan dari pasangan suami istri tersebut. Ternyata mereka memelihara beberapa ekor burung dan kambing yang nantinya bisa dijual. Setelah wawancara di rumah kami rasa cukup, maka kami mohon izin untuk menemui Pak Imam di sawah. Karena jarak dari rumah menuju sawah tidak terlalu jauh, maka kami putuskan untuk berjalan kaki saja. Perjalanan menuju sawah hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit. Karena sawah yang dimaksud berada tepat di selatan kuburan, maka dengan cepat kami bisa menemukan Bapak Imam. Kebetulan sekali, pada saat kita datang, Pak Imam dan teman-temannya sedang beristirahat sehingga kami tdak perlu mengganggu jam kerja beliau. Sambil duduk, Amal menanyakan beberapa hal mengenai kroto, di mana beliau menjual serta suka duka mencari kroto.
          Setelah mendengar penjelasan yang cukup panjang, maka sekarang kami mengetahui bahwa pekerjaan yang beliau lakukan berhubungan dengan fisik semua. Dari sinilah, kami bisa mengerti betapa sulitnya jalan kehidupan yang harus mereka lalui. Dari wawancara tersebut, kami mendapatkan banyak hal yang sangat bermanfaat untuk kita. Setelah informasi dirasa cukup, kami kembali melewati sawah dan juga kuburan. Dan setelah itu, Rotul diantarkan oleh Amal pulang. Sementara Arif dan Dita pulang ke rumah masing-masing dengan kendaraan yang mereka bawa.
          Sungguh, tidak hanya data yang kami dapatkan. Melainkan sebuah contoh perjuangan serta usaha kecil yang harus dilakukan demi menyambung hidup mereka sekeluarga.


No comments: