Tuesday 24 September 2013

HIDUP DARI STASIUN KE STASIUN



LAPORAN WAWANCARA DENGAN PEDAGANG ASONGAN KERETA API

A.        TUJUAN
            Tujuan dari kegiatan wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang perjuangan hidup seorang pedagang asongan kereta api.

B.        NARASUMBER
            Narasumber yang kami pilih adalah salah seorang pedagang asongan kereta api stasiun Kebumen yang bernama Mbah Misnah (74 tahun).

C.        WAKTU
            Wawancara dilakukan pada :
            Hari/tanggal    : Minggu, 5 Februari 2012
            Pukul               : 09.00 – 11.00 WIB

D.        TEMPAT
            Wawancara dengan Mbah Misnah dilakukan di rumah beliau di Desa Selang, Rt 03 Rw 08, Kecamatan Kebumen.

E.         PEWAWANCARA
                        Tim pewawancara terdiri dari :
                        1. Alittio Fatah Y.       (02/X.1)
                        2. Anisa Fatwa            (04/X.1)
                        3. Hana Fadhila R.      (17/X.1)


F.         HASIL WAWANCARA
            Semua tentang narasumber
            Kami melaksanakan wawancara kepada salah seorang pedagang asongan kereta api di stasiun Kebumen. Beliau adalah Mbah Misnah. Mbah misnah berusia 74 tahun. Beliau tinggal di Desa Selang Rt 03 Rw 04 Kecamatan Kebumen. Beliau mempunyai delapan anak,  dan yang telah meninggal dunia sebanyak tiga orang. Kini putra-putri beliau tinggal lima orang, putra beliau empat orang dan putri beliau 1 orang. Putra-putri beliau bernama Nuryati, Sabar, Witono, Miswanto dan Muhammad Nuryadi. Mereka sudah cukup lama merantau ke Jambi atau bahkan ke Arab Saudi. Beliau tinggal bersama suami dan tiga orang cucunya, yaitu Dina, Dani dan Egi. Suami beliau bernama Mbah Pawit. Kini, beliau sedang menderita gagal ginjal. Beliau menderita gagal ginjal selama delapan tahun terakhir. Dahulu, beliau sempat bekerja sebagai pegawai PLN di Semarang dan sejak tahun 1973 sampai sebelum beliau sakit, beliau menjadi tukang becak.

            Prinsip/motto hidup
            Setelah suaminya sakit keras, Mbah Misnah menjadi tulang punggung keluarga. Beliau memeras keringat hanya untuk menafkahi keluarganya. Demi keluarganya, Mbah Misnah menjadi pedagang asongan dengan berpindah dari satu kereta ke kereta lainnya. Beliau berangkat pada tengah malam dan pulang menjelang Subuh. Begitulah Mbah Misnah dengan prinsip hidupnya “SEMANGAT” dapat tetap membiayai sekolah anaknya dahulu,  bahkan dapat membiayai cucunya.

            Keadaan keluarga/ekonomi
            Keluarga Mbah Misnah termasuk keluarga kurang mampu. Untuk menunjang kehidupannya, keluarga tersebut hanya mengandalkan penghasilan Mbah Misnah. Mbah Misnah merupakan tulang punggung keluarga, setelah suaminya tidak bekerja lagi. Putra putri Mbah Misnah yang telah merantau, sedikit demi sedikit juga ikut membantu untuk meringankan beban beliau. Rumah beliau juga terbilang sederhana, tetapi cukup luas dan sudah berkeramik.
           
            Pengalaman selama berdagang
            Beliau bekerja menjadi pedagang asongan sudah berpuluh-puluh tahun, tetapi beliau masih tetap semangat bekerja. Beliau sudah sangat mengenal keadaan bahkan mengenal petugas-petugas yang ada di stasiun. Selama beliau naik turun kereta, beliau sudah sering melihat atau bahkan mengalami kecelakaan kereta. Dagangan beliau juga pernah diambil oleh sekelompok suporter bola yang bernama bonek tanpa membayarnya. Kejadian ini tidak membuat Mbah Misnah menjadi patah semangat bekeraja. Pekerjaan ini beliau tekuni selama berpuluh-puluh tahun dan hasilnya dapat beliau gunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari beliau.
            Pada saat beliau berjualan, sering dilakukan penertiban oleh para petugas stasiun. Para pedagang dapat diturunkan sewaktu-waktu dan di sembarang tempat. Hal ini menjadikan para pedagang asongan merasa kesal dan melakukan demonstrasi di kantor Bupati. Pada waktu demonstrasi, Mbah Misnah adalah orang yang paling berjasa agar penertiban tersebut tidak diberlakukan kembali. Menurut teman seperjuangannya, beliau adalah orang yang cukup pemberani. Jadi, tidak jarang beliau diminta teman-temannya untuk membela mereka pada saat berdemonstrasi dan meminta agar penertiban tidak diberlakukan lagi.   

            Sejarah berdagang
            Beliau bekerja sebagai pedagang asongan pada tahun 1972. Sebelum bekerja menjadi pedagang asongan, beliau tidak bekerja. Beliau bekerja sebagai pedagang asongan kereta api di stasiun Kebumen. Beliau termasuk pedagang nomor seratus. Beliau biasa naik kereta api Gaya Baru dan Kahuripan. Sebenarnya, beliau tidak menghendaki untuk bekerja menjadi pedagang asongan, tetapi karena beliau sangat membutuhkan pekerjaan dan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan beliau pada waktu itu adalah menjadi pedagang asongan. Jadi, beliau berusaha untuk menekuni pedagang asongan. Beliau memaparkan bahwa sebenarnya, beliau merasa iri dengan teman-teman beliau. Teman-teman beliau berprofesi menjadi guru, sedangkan beliau hanya menjadi pedagang asongan.
            Beliau biasa berjualan pada malam hari, berangkat jam 23.00 dan pulang sekitar pukul 04.00 WIB. Sekarang, beliau menjajakkan lanting dan brem yang beliau bawa dalam satu kotak kardus. Dahulu, beliau menjajakkan pecel. Dagangan yang sekarang beliau tawarkan didapatkan dari tengkulak. Beliau mengalami masa berjualan paling ramai (tahun 1975) pada saat berjualan pecel. Pada waktu itu, beliau cepat kembali ke rumah dan kemudian membuat pecel lagi. Setelah itu, beliau kembali berangkat ke stasiun untuk naik kereta yang biasa beliau tumpangi. Jadi pada waktu itu, beliau dapat keluar masuk stasiun tidak hanya satu kali dalam sehari. Pada saat inilah, beliau merasa sangat senang.
            Dahulu, beliau biasa berjualan dari Kebumen-Jakarta, namun sekarang beliau hanya berjualan dari Kebumen-Gombong, dikarenakan faktor usia. Beliau biasa berangkat dari rumah ke stasiun dengan sepeda. Beliau menjadi pedagang asongan sudah berpuluh-puluh tahun. Tetapi, beliau tetap semangat bekerja demi keluarga tercinta.


Masalah/kendala dalam berdagang
Pada saat berdagang, Mbah Misnah menemukan beberapa masalah/kendala. Masalah/kendala yang pertama adalah akhir-akhir ini, beliau cepat lelah ketika berdagang. Beliau mengurangi waktu berdagang agar beliau dapat bekerja lagi dengan semangat di hari berikutnya. Rasa lelah ini muncul karena beliau sudah lajut usia. Tetapi, beliau sedikit tidak menghiraukan usia. Selain karena faktor usia, masalah/kendala lain yang dirasakan oleh Mbah Misnah ketika berdagang adalah masalah kepemilikan kereta. Pemilik kereta adalah orang Cina. Ketika kereta-kereta dimiliki oleh orang Cina, sering dilakukan penertiban pedagang asongan. Pada saat dilakukan penertiban, para pedagang asongan dilarang untuk berjualan di dalam kereta. Namun, adanya penertiban ini tidak membuat para pedagang asongan kereta api jera untuk tidak berjualan lagi. Bahkan, mereka tetap nekad masuk dan kembali manawarkan dagangan-dagangan mereka. Agar tidak ditertibkan, para pedagang asongan harus mengenakan identitas pedagang asongan. Indentitas tersebut berupa kartu tanda anggota, rompi dan kaos. Penertiban mulai dilaksanakan sejak lima tahun terakhir.

            Suka duka dalam berdagang
Sebagai pedagang yang telah berpuluh-puluh tahun jatuh bangun di stasiun, beliau telah merasakan manis pahitnya bekerja sebagai pedagang asongan kereta api di stasiun. Beliau merasakan manisnya berdagang ketika dagangannya banyak yang terjual. Dagangan laku keras ketika Mbah Misnah menawarkan pecel yang beliau bawa dengan bakul. Tetapi, beliau juga merasakan pahitnya berdagang dalam kereta, yaitu ketika ada penertiban pedagang asongan yang berisiko para pedagang asongan diturunkan sewaktu-waktu dan di sembarang tempat. Selain itu, tidak jarang jika uang beliau hilang ketika beliau sedang menawarkan dagangannya pada para penumpang, entah karena diambil pencopet atau karena beliau lupa meletakkannya.

            Penghasilan
Sebagai pedagang asongan, beliau mendapatkan penghasilan yang sedikit dan tidak menentu. Penghasilan yang beliau terima tidak sebanding dengan  banyaknya keringat yang mengalir. Penghasilan terakhir yang beliau terima adalah Rp 25.000,00. Pengahasilan rata-rata yang beliau terima setiap adalah Rp 50.000,00 sampai Rp 100.000,00 yang sudah digabung dengan modal. Akhir-akhir ini, untuk mendapatkan keuntungan yang besar sangatlah sulit. Sebagai penghasilan tambahan, beliau kadang diberi oleh para penumpang kereta api, meskipun beliau tidak memintanya. Kadang-kadang beliau menolak pemberian para penumpang, tetapi para penumpang tetap membujuk Mbah Misnah untuk menerima pemberian tersebut. Beliau menuturkan bahwa beliau pernah diberi uang oleh salah seorang penumpang kereta api sebanyak Rp 25.000,00. Cukup lumayan untuk menambah pengahasilan Mbah Misnah.

            Hal-hal yang terjadi sebelum, saat dan sesudah wawancara
            Di kelas kami hanya terdapat 31 orang siswa sehingga harus ada yang kelompok yang beranggotaka 3 orang, yaitu kelompok kami yang anggotanya terdiri dari Tio, Nisa  dan Hana. Awalnya, kami iri terhadap kelompok lain yang anggotanya berjumlah 4 orang. Tetapi, karena masing-masing dari kami saling menyemangati, kami pun bersemangat untuk mngerjakan tugas ini.
            Awalnya, kami akan mewawancarai seseorang yang disamarkan namanya, yang pastinya orang tersebut dapat membantu kami dalam melaksanakan tugas wawancara kami. Kami pun melakukan perjanjian dengannya beberapa kali. Tetapi, karena kami dan dia sibuk dengan tugas-tugas sekolah yang lain, kami pun selalu gagal untuk mewawancarainya. Akhirnya, pada tanggal 4 Februari 2011 kami melakukan perjanjian lagi. Kami berniat untuk bertemu di stasiun pada hari Minggu, tanggal 5 Februari 2012, pada pukul 08.00 WIB untuk melakukan wawancara dengan pedagang asongan di stasiun.
            Sebelum ke stasiun, kami bertiga berkumpul di sekolah. Agar kami lebih cepat sampai, kami menggunakan sepeda motor. Setelah itu, kami pun langsung ke stasiun untuk menemui orang yang disamarkan namanya tersebut. Setelah kami tiba di sana, kami pun kebingungan karena orang yang disamarkan namanya tersebut tidak kunjung datang. Berkali-kali kami menghubunginya, tetapi orang tersebut juga tidak memberikan jawaban. Selain itu, kami tidak diperbolehkan masuk ke dalam peron stasiun. Betapa malangnya kami.
            Sebenarnya, ada seorang pedagang asongan di luar stasiun. Akan tetapi, kami agak ragu untuk mewawancarainya karena pedagang asongan tersebut sedang melayani pembeli. Kami pun tidak jadi mewawancarainya.
            Kami menunggu selama kira-kira hampir 1 jam, orang yang disamarkan namanya tersebut tidak datang juga. Kami merasa bingung siapa orang yang dapat menggantikannya untuk kami wawancarai. Kami sempat berpikir untuk berganti topik yang akan diwawancarai. Namun, kami takut jika orang yang disamarkan namanya tersebut datang, sedangkan kami pergi. Akhirnya, Hana ingat bahwa Nur Agni Maharjanti (teman sekelas kami) pernah mengatakan bahwa tetangganya ada yang bekerja sebagai pedagang asongan. Akhirnya, kami setuju untuk mewawancarai tetangga Agni.
            Dengan segera, kami menelepon Agni, Agni pun mau membantu kami. Kami bergegas ke rumah Agni. Setelah itu, kami diantarkan ke rumah pedagang asongan itu.  Sesampainya di sana, kami sangat kaget karena bagian ruang tamu rumah Mbah Misnah sudah berkeramik. Mungkin karena Mbah Misnah juga dibantu oleh anak-anaknya.
            Ketika wawancara, kami menayakan beberapa pertanyaan diantaranya identitas narasumber, prinsip/motto hidup, keadaan keluarga, pengalaman selama berdagang, sejarah berdagang, masalah/kendala dalam berdagang, suka duka dalam berdagang dan penghasilan. Hal-hal yang menarik dari wawancara tersebut yaitu, Mbah Misnah masih sangat sehat bugar, padahal umurnya sudah 74 tahun. Apalagi ketika kami menanyakan tentang penertiban pedagang asongan. Mbah Misnah menjawabnya dengan penuh semangat. Ekspresi wajah dan bahasa yang Mbah Misnah gunakan ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan kami membuat kami tertawa geli.
            Wawancara telah usai. Kami pun berterima kasih kepada Mbah Misnah yang sudah membantu kami mengerjakan tugas Bahasa Indonesia ini dan tidak lupa juga berterima kasih kepada Agni karena telah mengantarkan kami ke rumah Mbah Misnah.
            Kami segera kembali ke sekolah. Setelah itu, kami makan siomay di depan sekolah dan begegas kembali ke rumah.

            Kesimpulan
            Kita harus tetap semangat bekerja, pekerjaan apapun itu. Sekalipun pekerjaan itu sangat melelahkan. Seperti Mbah Misnah akan melakukan apapun demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Dengan rasa ikhlas, ikhtiar dan berdoa, pasti kita akan mampu mencapai apa yang kita mau.

Kebumen, 15 Februari 2012
Tim Pewawancara,
1.      Alittio Fatah Yassin               _____________
2.      Anisa Fatwa                                                               _____________
3.      Hana Fadhila Rohmah          _____________
G.        PERTANYAAN
Identitas narasumber
1.      Siapa nama Mbah?
2.      Berapa umur Mbah?
3.      Ada berapa putra-putri Mbah?
4.      Siapa nama putra-putri Mbah yang masih hidup?
5.      Dengan siapakah sekarang Mbah tinggal?
6.      Dimana putra-putri Mbah bertempat tinggal?
7.      Siapa nama suami Mbah?
8.      Siapa nama cucu Mbah?
9.      Apa pekerjaan suami Mbah?

Prinsip/motto hidup
10.  Apakah motto hidup Mbah?
11.  Apakah yang membuat Mbah tetap semangat bekerja?

Keadaan keluarga/ekonomi
12.  Selain penghasilan dari Mbah, dari manakah penghasilan lain yang Mbah terima untuk menunjang kebutuhan sehari-hari Mbah?

Pengalaman selama berdagang
13.  Hal-hal menarik apa sajakah yang pernah Mbah alami ketika berdagang?

Sejarah berdagang
14.  Sejak kapan Mbah menjadi pedagang asongan?
15.  Di stasiun mana Mbah biasa berjualan?
16.  Sebelum menjadi pedagang asongan, apa pekerjaan Mbah?
17.  Mengapa Mbah memilih menjadi pedagang asongan?
18.  Beliau biasa berjualan dengan naik kereta apa?
19.  Pukul berapa Mbah biasa berjualan?
20.  Kendaraan apakah yang Mbah gunakan untuk pergi ke stasiun?
21.  Sampai daerah mana Mbah biasa berjualan dengan naik kereta api?
22.  Dagangan apa sajakah yang Mbah tawarkan?
23.  Seberapa banyak dagangan yang Mbah tawarkan setiap harinya?
24.  Kapan Mbah mengalami masa berjualan paling ramai?
25.  Bagaimana perasaan Mbah ketika dagangannya banyak terjual?

Masalah/Kendala dalam berdagang
26.  Masalah/kendala apa saja yang Mbah alami ketika beerja sebagai pedagang asongan?
27.  Apa yang dilakukan pemilik kereta terhadap para pedagang asongan?
28.  Bagaimanakah cara yang dilakukan para pedagang asongan agar tidak ditertibkan petugas?
29.  Apa saja identitas yang digunakan oleh para pedagang asongan?
30.  Sejak kapan penertiban dilaksanakan?

Suka duka dalam berdagang
31.  Apa sajakah yang membuat Mbah senang ketika bekerja sebagai pedagang asongan?
32.  Apa sajakah yang membuat Mbah merasa kurang senang ketika bekerja sebagai pedagang asongan?

Penghasilan
33.  Berapa banyak penghasilan yang Mbah terima setiap harinya?
34.  Berapa penghasilan terakhir yang beliau terima?
35.  Berapa penghasilan rata-rata yang diterima setiap harinya?
Berapa keuntungan yang Mbah dapatkan?

No comments: