Tuesday 24 September 2013

BURJO DAN HIDUPKU



LAPORAN WAWANCARA DENGAN
PEDAGANG BURJO


A.     TUJUAN
Wawancara dengan pedagang burjo dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan burjo dan perjuangan hidup pedagang tersebut dalam menghidupi keluarganya dengan berjualan burjo.

B.      NARASUMBER
Narasumbur yang kami pilih adalah seorang pedagang burjo asal Cirebon, Jawa Barat yang berjualan burjo di Kabupaten Kebumen sejak puluhan tahun lalu bernama Bapak Suwardi.

C.      WAKTU
Wawancara dilaksanakan pada:
hari                        : Sabtu
tanggal                  : 28Januari 2012
pukul                     : 14.30-16.00  WIB.

D.     TEMPAT
Wawancara dengan Bapak Suwardi dilakukan di rumah beliau, tepatnya di Desa Kepatihan RT.05 RW.01 Kutosari Kebumen.

E.      PEWAWANCARA
Tim pewawancara terdiri dari:
Muzayin Ahmad Fuadi                  (   22    )
Putri Wulan Suci                           (   25    )
Trisnaningsih Affendi                    (   28    )
Yuwan Martus Tegar Charisma   (   32    )


F.       HASIL WAWANCARA

Kehidupan Ramah dari Keluarga Bapak Suwardi

Keluarga adalah suatu tempat di mana kita dapat menjalin kebersamaan bersama bapak, ibu, kakak atau adik dan juga kakek atau nenek. Keluarga juga mengajari kita untuk berbaur dengan dunia luar yang sarat akan makna sosialisasi. Seorang penjual burjo bernama Bapak Suwardi yang cukup kita panggil dengan sapaan ramah Pak Wardi itu dikaruniai istri dan anak yang berbakti pada Allah SWT dan beliau sendiri. Istrinya bernama Ibu Ganiyah. Dapat dikatakan mereka memiliki keluarga yang cukup besar dengan 6 orang anaknya. Namun, dari keenam anaknya dua diantaranya telah meninggal dunia diwaktu kecil. Saat Pak Suwardi dan istrinya memiliki 4 orang anak yang mereka sayangi dan banggakan. mereka adalah Junianto, Septi Anggraeni, Nurul Aeni, dan anak bungsunya bernama Lusi Istiyani. Sang Bapak selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk mengejar cita-cita mereka dan mengenyam pendidikan yang tinggi demi kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Selain itu, Bapak Suwardi dan istrinya juga tak lupa untuk mengajarkan kepada anaknya agar selalu berdoa dan berusaha dengan dasar kejujuran yang tertanam dalam hati dan ideologi para putra-putri mereka. Dalam wawancara ini, Bapak Suwardi terdengar begitu bangga dengan putra sulungnya yang bernama Junianto. Putra sulungnya itu telah berkerja di suatu cabang perusahaan Yamaha yang berada di Pulo Gadung, Jakarta. Ia telah bekerja selama 4 bulan di perusahaan tersebut dengan konsistensinya sebagai pekerja yang cukup baik dalam bidangnya. Menurut penuturan sang bapak, putra sulungnya merupakan anak yang rajin, pintar, baik hati, taat kepada orang tua dan selalu berusaha menyenangkan hati kedua orang tuanya. Pak Suwardi tidak lupa menambahkan bahwa, putra sulungnya yang merupakan alumnus dari SMP Negeri 3 dan SMK Negeri 2 Kebumen ini adalah siswa yang selalu mendapat prestasi yang gemilang ketika masih duduk dibangku sekolah. Selain prestasi akademik, putra kebanggaannya ini juga mempunyai bakat istimewadibidang seni musik. Oleh sebab itu, ia bercita-cita untuk membangun sebuah studio musik melalui penghasilan kerjanya di perusahaan Yamaha. Ada beberapa hal yang membuat Pak Suwardi tidak menyekolahkan anaknya di sekolah menengah atas negeri seperti SMA Negeri 1, beliau mengutarakan kekhawatirannya tentang adanya kesenjangan dalam pergaulan putranya dan merasa malu dikarenakan beliau hanyalah seorang pedagang burjo yang penghasilannya tidak seberapa besar bila dibandingkan dengan siswa menengah atas di sekolah negeri. Anak kedua dari Bapak Suwardi dan Ibu Ganiyah yang bernama Septi Anggraeni, saat ini masih mengenyam pendidikan sebagai siswa kelas 8 SMP Taman Dewasa dan adiknya, Nurul Aeni menjadi siswa kelas 7 di sekolah yang sama dengan kakaknya yaitu SMP Taman Dewasa. Sedangkan anak dari Pak Suwardi dan Ibu Ganiyah yang paling bungsu, menjadi murid kelas 3 di SD Negeri Kutosari 5. Saat saya dan tim pewawancara datang ke rumah beliau untuk menggali lebih dalam tentang perjuangan hidup seorang pedagang burjo dan keluarganya, kami benar-benar disambuh dengan sapaan dan senyuman hangat dari sang pemilik rumah.

Dahulu adalah Sebuah Motivasi di Masa Kini

Masa lalu merupakan kisah yang telah terjadi. Tidak ada waktu untuk kembali ke masa itu. Namun, menyimpan begitu banyak waktu untuk diperbaiki dengan segudang usaha dan kerja keras kita dalam menyapa kehidupan yang penuh tantangan. Bapak dengan 4 anak ini tidak pernah mengeluhkan ataupun menangisi bahkan menyesal dengan kehidupannya yang serba terbatas. Namun, beliau selalu bertawakal dan berdoa dengan segala karunia yang beliau peroleh melalui dagangannya. Pak Suwardi selalu ikhlas berjualan burjo dari fajar hingga senja untuk menghidupi keluarkanya dan tidak lupa untuk menuntun anak-anak yang beliau sayangi kekehidupan yang lebih baik dengan membekalinya kualitas pendidikan yang baik. Beliau menuturkan kepada kami alasannya berjualan burjo dikarenakan dengan pendidikannya yang hanya lulusan kelas 3 SD ini, tidak mampu untuk bekerja dalam porsi yang membutuhkan kualitas pendidikan yang tinggi atau pekerjaan yang menguras inisiatif dan inovasi di bidangb pengetahuan, disamping itu beliau tidak memiliki tenaga yang cukup untuk menjadi kuli bangunan ataupun kuli tambang. Pak Suwardi meskipun hanya sebagai pedagang burjo memiliki cita-cita yang begitu istimewa yaitu untuk mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga jejang kuliah. Beliau tidak ingin memadamkan cita-cita anaknya, walaupun beliau hanya, berpendidikan rendah. Masa kecilnya yang sederhana, tidak pernah menghalangi cita-cita terbesarnya untuk melihat anak-anaknya dengan gelar sarjana dan memiliki keluarga yang mapan, jauh dari kata kurang dan menatap masa depan yang cerah. Tidak seberuntung kami yang berasal dari keluarga yang serba berkecukupan, Pak Suwardi berasal dari keluarga yang kurang mampu sehingga beliau harus putus sekolah diwaktu kecilnya dan membantu orang tuanya mencari nafkah. Sejak kecil beliau telah diajarkan kedua orang tuanya untuk bekerja keras dengan mencari uang untuk menafkahi kehidupan keluarganya. Pada usia 12 tahun, disaat beliau masih duduk di bangku kelas 6 SD, beliau telah membantu orangtuanya berjualan bakso. Setelah menginjak usia dewasa, Pak Suwardi telah memiliki jiwa kemandirian dan berdagang hingga beliau mencoba beberapa macam dagangan seperti berjualan kupat tahu, minyak tanah  bahwa penjual koran. Meskipun sering merasa rugi hingga gulung tikar, Pak Suwardi tidak pernah menyerah, beliau selalu menyebarkan asa dalam perjuangan hidupnya untuk menunjang kehidupan yang lebih baik lagi. Berbagai macam dagangan telah dicoba oleh Bapak Suwardi, tetapi belum ada yang beliau rasa cocok terutama dari segi hasil penjualannya. Setelah menikah dengan Ibu Ganiyah, beliau memiliki harapan melalui berjualan burjo. Ternyata, melalui istrinya lah Bapak Suwardi menemukan mimpi dan harapan untuk mewujudkan cita-citanya sebagai bapak yang mampu menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi seperti anak-anak dari keluarga mampu lainnya.

Bubur Kacang Ijo ini Bagian  dalam Hidup Bapak Suwardi
    
Bubur kacang ijo atau yang lebih akrab dengan sebutan burjo, telah menjadi penghasilan utama bagi Pak Suwardi dan keluarga sederhananya. Beliau memulai usahanya berdagang burjo tepatnya pada tahun 1986. Dalam kesehariannya berdagang, Pak Suwardi mulai mempersiapkan dagangannya sekitar jam 2 dini hari. Sekitar jam 4 pagi hari burjo siap untuk dijual dan pada jam 6 pagi siap untuk dibawa berjualan tepatnya di depan SMA Negeri 1 kebumen. pukul 06.30 beliau sudah sibuk melayani konsumen yang ingin menikmati burjo buatan Pak Suwardi ini. Banyak dari kalangan masyarakat yang memebeli burjonya, mulai dari ibu-ibu sebagai makanan untuk sarapan anaknya hingga pelajar seperti kami yang ingin mengenyangkan perut. Bila kurang beruntung dagangan beliau habis jam 3 sore atau jam 1 siang jika pembeli sedang membanjiri dagangannya. Khusus pada hari Minggu, hasil penjualannya meningkat dan pada pukul 10.00 dagangannya telah habis terjual. Istrinya selalu membantu beliau mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan dan penjualan burjo ini. Semua bahan dan alat, mulai dari proses persiapan hingga penjualan hanya dilakukan Pak Suwardi dan istrinya, beliau beralasan agar resep khas dari bubur kacang ijo buatannya tetap terjaga. Hal kompleks lain yang menjadi alasannya yaitu dikarenakan beliau tidak mampu membiayai tenaga pembantu dan Pak Suwardi ini lebih senang apabila dibantu oleh istrinya, sebab dengan demikian akan didapat rasa khas dari kreasi yang lebih inovatif. Dalam proses pembuatannya, tak lupa Pak Suwardi dan Ibu Ganiyah selalu mengutamakan kebersihan dan gizi yang terkandung dalam burjonya sehingga tidak hanya menjadi makanan pengganjal perut. Namun, dapat menjadi makanan sederhana yang sarat nutrisi untuk pelanggannya yang kebanyakan merupakan pelajar. Oleh karena itu, banyak pembeli yang menyukai burjo yang dijual Pak Suwardi ini bahkan tak jarang para pembeli ini menjadi pelanggan setia. Selain itu, burjo dagangan Pak Suwardi ini tidak hanya dikenal masyarakat Kebumen saja, tetapi terdengar gaungnya hingga kota Purwokerto, Purworejo dan kota lainnya. Menurut penjelasan Bapak Suwardi yang menjadi alasan beberapa pelanggannya tetap setia dengan burjo beliau adalah karena rasanya yang khas dengan perpaduan rasa gurih dan manis yang bercampur apik. Usaha beliau berjualan burjo dapat dikatakan sebagai suatu bentuk wiraswasta yang sukses. Setiap harinya Pak Suwardi mampu menghabiskan 3 kg kacang hijau sebagai bahan dasar dari burjo itu sendiri. Selama puluhan tahun berjualan burjo, tidak selalu untung dan hal baik yang didapati, terkadang rugi baik material ataupun moril juga dirasakan. Bila penjualnya banyak tentu saja akan mendatangkan keuntungan yang lebih banyak. Namun, Pak Suwarti juga tidak lupa untuk selalu bersyukur dan bertawakal dalam usahanya mengais rezeki. Dalam usaha Pak Suwardi berwirausaha dengan membuat burjo untuk menafkahi keluarganya, ternyata ada dukungan dan doa yang terlanturkan dari Istri dan juga anak-anaknya. 
    
Bersahabat dengan Para Pembeli

Pembeli adalah faktor utama dalam kelancaran penjualan burjo Pak Suwardi ini. Dekat dan akrab dengan pembeli akan memeberi unsur postif dan tentunya menarik minat pembeli itu sendiri, yang mayoritas merupakan siswa pelajar mulai dari SD, SMP dan SMA. Pak Suwardi selalu menemukan cara terbijak bagi pelajar yang kantong sakunya tak setebal pelajar-pelajar kalangan elit. Bila konsumen membeli burjo dengan uang Rp.2000,00 maka, beliau akan memberikan burjo dengan komposisi susu yang lebih banyak. Jika siswa membeli dengan uang Rp.1000,00 Pak Suwardi akan mengurangi porsi bubur yang lebih sedikit dan es yang lebih banyak. Dengan demikian, antara pembeli dan penjual tidak didapati kerugian. Beliau selalu menyesuaikan porsi burjo khasnya ini dengan kantong pembelinya, agar semua kalangan masyarakat utamanya pelajar SD an juga SMP dapat menikmati burjo istimewa buatan Pak Suwardi dan istrinya. Setiap harinya pak Suwardi bisa menjual puluhan bahkan ratusan piring dan kantong burjo manis dan gurih bikinannya. Selain itu, Pak Suwardi tak lupa juga bercakap-cakap dengan hangat dan ramah bersama para pelanggannya agar terjalin keakraban. Semakin lama berjualan, semakin melatih kemampuan dan pengalaman Pak Suwardi untuk berjualan dikalangan masyarakat luas tanpa pandang status sosial. Burjo dengan rasa istimewa dan khas ini masih dapat kita nikmati sampai saat ini dengan harga terjangkau dan dapat disesuaikan dengan keinginan konsumennya. Dengan bekal sifat ramah yang bersahaja dan kesederhanaannya dalam berjualan, beliau memiliki banyak konsumen.

Modal menjadi Dasar Berjualan Mereka

Modal tentunya merupakan hal esensial dalam berkembangnya suatu usaha kreatifitas dan inovatif seorang pedagang, tak terkecuali bagi pedagang burjo Pak Suwardi. Setiap harinya beliau menghabiskan kira-kira 5 kg kacang hijau yang merupakan bahan dasar dari burjo itu sendiri. Hasil penjualannya terhitung mencapai Rp.600.000,00 setiap harinya. Keuntungan yang diperolah perharinya pun tidak sedikit lagi, mencapai Rp.325.000,00. Tentunya keuntungan itu diperoleh dari hasil penjualan , dikurangi modal usahanya. Sehingga modal yang digunakan Bapak Suwardi diperkirakan berkisar Rp.275.000,00. Modal tersebut tidak semata-mata muncul begitu saja dari kantong pedagang burjo itu, modal ini diakui Pak Suwardi berasal dari kiriman juragaannya. Kacang hijau, ketan dan kelapa yang menjadi bahan pokok dalam pembuatan burjonya dikirim 2 kali sehari ke rumah Pak Suwardi. Namun, semua bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan burjonya tidak dibayar secara tunai oleh beliau. Melainkan, dibayar setengah harga dari bahan baku tersebut kemudian sisanya dibayar hari esoknya ketika si pengirim mengirimkan barang-barang baku burjonya atau Pak Suwardi mengenalnya dengan istilah “gali lubang tutup lubang” sehingga, antara pemberi modal dengan Pak Suwardi tidak ada pihak yang dirugikan dan juga tidak merasa dirugikan. Pak Suwardi juga tidak lupa menuturkan bahwa beliau akan lebih diuntungkan jika pelanggan membeli burjonya dengan menggunakan piring atau gelas sehingga tidak diperlukan biaya lebih untuk membeli plastik pembungkus burjonya. Pak Suwardi menuturkan bahwa selalu ada yang membantu beliau untuk memperoleh modal dagangannya sehingga proses penjualan selalu berjalan dengan baik dan lancar. Kadang dalam penjualan burjonya ada pembagian keuntungan antara pembeli modal dan Pak Suwardi selaku penjual. Pak Suwardi juga tak lupa mengucap syukur atas kemudahan yang selalu beliau peroleh baik dari segi penjualan dan permodalan yang mengalir lancar. Oleh sebab itu, cita-cita tulus Pak Suwardi untuk menyekolahkan anak-ananya mendapat gelar sarjana akan semakin berpeluang besar.
Cara Mensyukuri hasil jualan:
-Tak lupa berdoa kepada Alllah
-Tidak lupa mendoakan orang tua
-Bisa menyesuaikan sendiri dengan sesama saling menghormati orang lain secara fisik / nonfisik

Motivasi bapak untuk bertahan hidup
-Mencukupi untuk segala-segalanya
-Cukup bagi orang kecil yaitu cukup sandang, pangan, dan papan
-Apabila tidak merasa cukup, maka tidak hidup

Pengalaman berharga
-kesuksesan anak, bahagia bisa mengangkat derajat anak karena anaknya pintar. Beliau bisa menyukseskan anaknya hingga anaknya bisa.
-bapak berusaha untuk membantu anaknya mengumpulkan uang untuk membuat studio music(rental band)
Anaknya merupakan anak yang pintar dan mempunyai bakat dalam seni.


Proses Pembuatan Bubur Kacang Hijau Pak Suwardi
Cara membuat bubur kacang hijau
Bahan yang dibutuhkan:
1.      Kacang hijau 5 kg
2.      Gula merah 5 kg
3.      Ketan hitam 5 kg
4.      Gula pasir 3 ½ kg
5.      Kelapa 12 biji
6.      Terigu cakra ½ kg
7.      Air

Cara mmbuat:
1.      Kacang hijau,ketan hitam dicuci terlebih dahulu sampai bersih.
2.       Langkah yang pertama adalah memasak kacang hijau. Masukkan air ke dalam panci,dipanaskan hingga mendidih.
3.      Kemudian masukkan kacang hijau ke dalam panci tersebut,aduk secara terus-menerus hingga mendidih kurang lebih ¼ jam sampai kacang hijau tersebut lembut.
4.      Setelah itu, taburkan garam dan aduk hingga merata serta panci tersebut ditutup kurang lebih 5 menit.
5.      Sehabis itu, masukkan gula merah ke dalam panci dan aduk-aduk hingga gula tersebut benar-benar hancur dan merata.
6.      Setelah itu angkat panci dan tiriskan bubur kacang hijau.
7.      Langkah yang kedua adalah memasak ketan hitam. Merebus air sebanyak 4 gayung hingga mendidih.
8.      Kemudian masukkan ketan hitam yang telah dicuci. Aduk hingga ketan tersebut lembut.
9.      Setelah itu, masukkan gula pasir dan aduk hingga merata. Setelah itu angkat panci dan ditiriskan.
10.  Langkah ketiga yaitu pembuatan santan. Setelah kelapa diparut dan disaring santanyya maka santan tersebut direbus supaya masak dan rasa bubur tersebut lebih khas.

G.     KESIMPULAN
Kita harus mengetahui dan menyadari betapa susahnya seseorang dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Mereka rela berkorban untuk melakukan itu.

Kebumen, 28Januari 2012
Tim Pewawancara,


1.      Muzayin Ahmad Fuadi                        _____________
2.      Putri Wulan Suci                                                                     _____________
3.      Trisnaningsih Affendi              _____________
4.      Yuwan Martus Tegar C                                                           _____________
                                               

H.     LAMPIRAN
 
§  Hal-hal sebelum,saat, dan setelah wawancara
              Kelompok kami terdiri dari empat anggota. Kami semua melakukan  wawancara dirumah Bapak Suwardi. Bapak Suwardi adlah  seorang pedagang burjo asal Cirebon, Jawa Barat yang berjualan burjo di Kabupaten Kebumen sejak puluhan tahun lalu. Kami berangkatwawancara bersama-bersama. Saat itu Fuad, Trisna, dan         Putri berangkat dengan mengendarai sepedasedangkanYuwan jalan kaki. Yuwan       berjalan kaki dengan Febrian. Yuwan meminta Febrian untuk menemani kami pergi        ke rumah Bapak Suwardi sbab kami tidak mengetahui secara tepat etak rumah             Bapak Suwardi. Alhamdulillah Febrian tahu dimana rumah Bapak Suwardi. Tidak          lama setelah kami berjalan meninggalkan sekolah tercinta, kami tiba di halaman       rumah             Bapak Suwardi. Ternyata rumah Bapak Suwardi dekat dengan sekolah       tercinta. Namun sebelum kami menemukan rumah beliau kami telah merasa cemas.      Semua perasaan itu sempat menyergap kami saat memasuki rumah Bapak Suwardi.     Namun, semua perasaan itu sirna saat kami disambut dan diterima dengan hangat       dan ramah oleh bapak Suwardi seorang pedagang bubur kacang hijau yang sukses.            Walaupun rumahnya tampak sederhana tetapi kami merasa nyaman dengan       keramahan bapak Suwardi.
                  Setelah sampai di rumah bapak Suwardi,ternyata beliau mau pergi  sebentar       beliau mau ta’ziah telebih dahulu di rumah bapak Kepala Sekolah Taman Dewasa.          Kami menunggu sampai bapak Suwardi pulang. Kami menunggu kira-kira setengah        jam. Setelah bapak Suwardi pulang, kami dipersilahkan masuk ke rumah bapak    Suwardi. Kemudian kami memperkenalkan diri, kami mulai melakukan wawancara        dengan Bapak Suwardi. Beliaumerupakan sosok pedagang bubur kacang hijau nan           ramah serta humoris. Suasana wawancara berlangsung lancar dan penuh canda.    Sesekali, beliau menyelipkan humor di sela-sela jawaban atas pertanyaan yang kami    berikan dan tawa kami juga tak terelakkan lagi.
                  Meski suasana wawancara berlangsung santai tetapi Bapak Suwardi tetap            menjawab pertanyaan yang kami ajukan dengan serius dan sungguh-sungguh. Pada        saat kami menanyakan tentang penghasilan setiap harinya, beliau justru tertawa-         tawa dan tidak memberi tahu berapa jumlah penghasilannya. Entah mengapa beliau tidakmau menyebutkan penghasilannya.Beliau hanya menyebutkan kalau         penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun akhirnya beliau juga menyebutkan berapa penghasilannya tiap hari. Ternyata penghasilannya        cukup banyak, bahkan penghasilaannya melebihi penghasilan seorang pembantu       rumah tangga. Kami kagum terhadap pekerjaan serta panghasilan beliau.

No comments: