LAPORAN WAWANCARA DENGAN
PEDAGANG BURJO
A.
TUJUAN
Wawancara
dengan pedagang burjo dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan burjo dan
perjuangan hidup pedagang tersebut dalam menghidupi keluarganya dengan
berjualan burjo.
B.
NARASUMBER
Narasumbur
yang kami pilih adalah seorang pedagang burjo asal Cirebon, Jawa Barat yang
berjualan burjo di Kabupaten Kebumen sejak puluhan tahun lalu bernama Bapak
Suwardi.
C.
WAKTU
Wawancara dilaksanakan pada:
hari :
Sabtu
tanggal : 28Januari 2012
pukul :
14.30-16.00 WIB.
D.
TEMPAT
Wawancara
dengan Bapak Suwardi dilakukan
di rumah beliau, tepatnya di Desa Kepatihan RT.05 RW.01 Kutosari Kebumen.
E.
PEWAWANCARA
Tim pewawancara terdiri
dari:
Muzayin Ahmad Fuadi ( 22 )
Putri Wulan Suci ( 25 )
Trisnaningsih Affendi ( 28 )
Yuwan Martus Tegar
Charisma ( 32 )
F.
HASIL WAWANCARA
Kehidupan Ramah dari Keluarga Bapak Suwardi
Keluarga adalah suatu tempat di mana kita
dapat menjalin kebersamaan bersama bapak, ibu, kakak atau adik dan juga kakek
atau nenek. Keluarga juga mengajari kita untuk berbaur dengan dunia luar yang
sarat akan makna sosialisasi. Seorang penjual burjo bernama Bapak Suwardi yang
cukup kita panggil dengan sapaan ramah Pak Wardi itu dikaruniai istri dan anak
yang berbakti pada Allah SWT dan beliau sendiri. Istrinya bernama Ibu Ganiyah.
Dapat dikatakan mereka memiliki keluarga yang cukup besar dengan 6 orang anaknya.
Namun, dari keenam anaknya dua diantaranya telah meninggal dunia diwaktu kecil.
Saat Pak Suwardi dan istrinya memiliki 4 orang anak yang mereka sayangi dan
banggakan. mereka adalah Junianto, Septi Anggraeni, Nurul Aeni, dan anak
bungsunya bernama Lusi Istiyani. Sang Bapak selalu mengajarkan kepada
anak-anaknya untuk mengejar cita-cita mereka dan mengenyam pendidikan yang
tinggi demi kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Selain itu, Bapak Suwardi
dan istrinya juga tak lupa untuk mengajarkan kepada anaknya agar selalu berdoa
dan berusaha dengan dasar kejujuran yang tertanam dalam hati dan ideologi para
putra-putri mereka. Dalam wawancara ini, Bapak Suwardi terdengar begitu bangga
dengan putra sulungnya yang bernama Junianto. Putra sulungnya itu telah berkerja
di suatu cabang perusahaan Yamaha yang berada di Pulo Gadung, Jakarta. Ia telah
bekerja selama 4 bulan di perusahaan tersebut dengan konsistensinya sebagai
pekerja yang cukup baik dalam bidangnya. Menurut penuturan sang bapak, putra
sulungnya merupakan anak yang rajin, pintar, baik hati, taat kepada orang tua
dan selalu berusaha menyenangkan hati kedua orang tuanya. Pak Suwardi tidak
lupa menambahkan bahwa, putra sulungnya yang merupakan alumnus dari SMP Negeri
3 dan SMK Negeri 2 Kebumen ini adalah siswa yang selalu mendapat prestasi yang
gemilang ketika masih duduk dibangku sekolah. Selain prestasi akademik, putra
kebanggaannya ini juga mempunyai bakat istimewadibidang seni musik. Oleh sebab
itu, ia bercita-cita untuk membangun sebuah studio musik melalui penghasilan
kerjanya di perusahaan Yamaha. Ada beberapa hal yang membuat Pak Suwardi tidak
menyekolahkan anaknya di sekolah menengah atas negeri seperti SMA Negeri 1,
beliau mengutarakan kekhawatirannya tentang adanya kesenjangan dalam pergaulan putranya
dan merasa malu dikarenakan beliau hanyalah seorang pedagang burjo yang
penghasilannya tidak seberapa besar bila dibandingkan dengan siswa menengah
atas di sekolah negeri. Anak kedua dari Bapak Suwardi dan Ibu Ganiyah yang
bernama Septi Anggraeni, saat ini masih mengenyam pendidikan sebagai siswa
kelas 8 SMP Taman Dewasa dan adiknya, Nurul Aeni menjadi siswa kelas 7 di
sekolah yang sama dengan kakaknya yaitu SMP Taman Dewasa. Sedangkan anak dari
Pak Suwardi dan Ibu Ganiyah yang paling bungsu, menjadi murid kelas 3 di SD
Negeri Kutosari 5. Saat saya dan tim pewawancara datang ke rumah beliau untuk
menggali lebih dalam tentang perjuangan hidup seorang pedagang burjo dan
keluarganya, kami benar-benar disambuh dengan sapaan dan senyuman hangat dari
sang pemilik rumah.
Dahulu adalah Sebuah Motivasi di Masa Kini
Masa lalu merupakan kisah yang telah terjadi.
Tidak ada waktu untuk kembali ke masa itu. Namun, menyimpan begitu banyak waktu
untuk diperbaiki dengan segudang usaha dan kerja keras kita dalam menyapa
kehidupan yang penuh tantangan. Bapak dengan 4 anak ini tidak pernah
mengeluhkan ataupun menangisi bahkan menyesal dengan kehidupannya yang serba
terbatas. Namun, beliau selalu bertawakal dan berdoa dengan segala karunia yang
beliau peroleh melalui dagangannya. Pak Suwardi selalu ikhlas berjualan burjo
dari fajar hingga senja untuk menghidupi keluarkanya dan tidak lupa untuk
menuntun anak-anak yang beliau sayangi kekehidupan yang lebih baik dengan
membekalinya kualitas pendidikan yang baik. Beliau menuturkan kepada kami
alasannya berjualan burjo dikarenakan dengan pendidikannya yang hanya lulusan
kelas 3 SD ini, tidak mampu untuk bekerja dalam porsi yang membutuhkan kualitas
pendidikan yang tinggi atau pekerjaan yang menguras inisiatif dan inovasi di
bidangb pengetahuan, disamping itu beliau tidak memiliki tenaga yang cukup
untuk menjadi kuli bangunan ataupun kuli tambang. Pak Suwardi meskipun hanya
sebagai pedagang burjo memiliki cita-cita yang begitu istimewa yaitu untuk
mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga jejang kuliah. Beliau tidak ingin
memadamkan cita-cita anaknya, walaupun beliau hanya, berpendidikan rendah. Masa
kecilnya yang sederhana, tidak pernah menghalangi cita-cita terbesarnya untuk
melihat anak-anaknya dengan gelar sarjana dan memiliki keluarga yang mapan,
jauh dari kata kurang dan menatap masa depan yang cerah. Tidak seberuntung kami
yang berasal dari keluarga yang serba berkecukupan, Pak Suwardi berasal dari
keluarga yang kurang mampu sehingga beliau harus putus sekolah diwaktu kecilnya
dan membantu orang tuanya mencari nafkah. Sejak kecil beliau telah diajarkan
kedua orang tuanya untuk bekerja keras dengan mencari uang untuk menafkahi
kehidupan keluarganya. Pada usia 12 tahun, disaat beliau masih duduk di bangku
kelas 6 SD, beliau telah membantu orangtuanya berjualan bakso. Setelah
menginjak usia dewasa, Pak Suwardi telah memiliki jiwa kemandirian dan
berdagang hingga beliau mencoba beberapa macam dagangan seperti berjualan kupat
tahu, minyak tanah bahwa penjual koran.
Meskipun sering merasa rugi hingga gulung tikar, Pak Suwardi tidak pernah menyerah,
beliau selalu menyebarkan asa dalam perjuangan hidupnya untuk menunjang
kehidupan yang lebih baik lagi. Berbagai macam dagangan telah dicoba oleh Bapak
Suwardi, tetapi belum ada yang beliau rasa cocok terutama dari segi hasil
penjualannya. Setelah menikah dengan Ibu Ganiyah, beliau memiliki harapan
melalui berjualan burjo. Ternyata, melalui istrinya lah Bapak Suwardi menemukan
mimpi dan harapan untuk mewujudkan cita-citanya sebagai bapak yang mampu
menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi seperti anak-anak dari
keluarga mampu lainnya.
Bubur Kacang Ijo ini Bagian dalam Hidup Bapak Suwardi
Bubur kacang ijo
atau yang lebih akrab dengan sebutan burjo, telah menjadi penghasilan utama
bagi Pak Suwardi dan keluarga sederhananya. Beliau memulai usahanya berdagang
burjo tepatnya pada tahun 1986. Dalam kesehariannya berdagang, Pak Suwardi
mulai mempersiapkan dagangannya sekitar jam 2 dini hari. Sekitar jam 4 pagi
hari burjo siap untuk dijual dan pada jam 6 pagi siap untuk dibawa berjualan
tepatnya di depan SMA Negeri 1 kebumen. pukul 06.30 beliau sudah sibuk melayani
konsumen yang ingin menikmati burjo buatan Pak Suwardi ini. Banyak dari
kalangan masyarakat yang memebeli burjonya, mulai dari ibu-ibu sebagai makanan
untuk sarapan anaknya hingga pelajar seperti kami yang ingin mengenyangkan
perut. Bila kurang beruntung dagangan beliau habis jam 3 sore atau jam 1 siang
jika pembeli sedang membanjiri dagangannya. Khusus pada hari Minggu, hasil
penjualannya meningkat dan pada pukul 10.00 dagangannya telah habis terjual.
Istrinya selalu membantu beliau mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan
dalam proses pembuatan dan penjualan burjo ini. Semua bahan dan alat, mulai
dari proses persiapan hingga penjualan hanya dilakukan Pak Suwardi dan
istrinya, beliau beralasan agar resep khas dari bubur kacang ijo buatannya
tetap terjaga. Hal kompleks lain yang menjadi alasannya yaitu dikarenakan
beliau tidak mampu membiayai tenaga pembantu dan Pak Suwardi ini lebih senang
apabila dibantu oleh istrinya, sebab dengan demikian akan didapat rasa khas
dari kreasi yang lebih inovatif. Dalam proses pembuatannya, tak lupa Pak
Suwardi dan Ibu Ganiyah selalu mengutamakan kebersihan dan gizi yang terkandung
dalam burjonya sehingga tidak hanya menjadi makanan pengganjal perut. Namun,
dapat menjadi makanan sederhana yang sarat nutrisi untuk pelanggannya yang
kebanyakan merupakan pelajar. Oleh karena itu, banyak pembeli yang menyukai
burjo yang dijual Pak Suwardi ini bahkan tak jarang para pembeli ini menjadi
pelanggan setia. Selain itu, burjo dagangan Pak Suwardi ini tidak hanya dikenal
masyarakat Kebumen saja, tetapi terdengar gaungnya hingga kota Purwokerto,
Purworejo dan kota lainnya. Menurut penjelasan Bapak Suwardi yang menjadi
alasan beberapa pelanggannya tetap setia dengan burjo beliau adalah karena
rasanya yang khas dengan perpaduan rasa gurih dan manis yang bercampur apik. Usaha
beliau berjualan burjo dapat dikatakan sebagai suatu bentuk wiraswasta yang
sukses. Setiap harinya Pak Suwardi mampu menghabiskan 3 kg kacang hijau sebagai
bahan dasar dari burjo itu sendiri. Selama puluhan tahun berjualan burjo, tidak
selalu untung dan hal baik yang didapati, terkadang rugi baik material ataupun
moril juga dirasakan. Bila penjualnya banyak tentu saja akan mendatangkan
keuntungan yang lebih banyak. Namun, Pak Suwarti juga tidak lupa untuk selalu
bersyukur dan bertawakal dalam usahanya mengais rezeki. Dalam usaha Pak Suwardi
berwirausaha dengan membuat burjo untuk menafkahi keluarganya, ternyata ada
dukungan dan doa yang terlanturkan dari Istri dan juga anak-anaknya.
Bersahabat dengan Para Pembeli
Pembeli adalah
faktor utama dalam kelancaran penjualan burjo Pak Suwardi ini. Dekat dan akrab
dengan pembeli akan memeberi unsur postif dan tentunya menarik minat pembeli
itu sendiri, yang mayoritas merupakan siswa pelajar mulai dari SD, SMP dan SMA.
Pak Suwardi selalu menemukan cara terbijak bagi pelajar yang kantong sakunya
tak setebal pelajar-pelajar kalangan elit. Bila konsumen membeli burjo dengan
uang Rp.2000,00 maka, beliau akan memberikan burjo dengan komposisi susu yang
lebih banyak. Jika siswa membeli dengan uang Rp.1000,00 Pak Suwardi akan
mengurangi porsi bubur yang lebih sedikit dan es yang lebih banyak. Dengan
demikian, antara pembeli dan penjual tidak didapati kerugian. Beliau selalu
menyesuaikan porsi burjo khasnya ini dengan kantong pembelinya, agar semua
kalangan masyarakat utamanya pelajar SD an juga SMP dapat menikmati burjo
istimewa buatan Pak Suwardi dan istrinya. Setiap harinya pak Suwardi bisa
menjual puluhan bahkan ratusan piring dan kantong burjo manis dan gurih
bikinannya. Selain itu, Pak Suwardi tak lupa juga bercakap-cakap dengan hangat
dan ramah bersama para pelanggannya agar terjalin keakraban. Semakin lama
berjualan, semakin melatih kemampuan dan pengalaman Pak Suwardi untuk berjualan
dikalangan masyarakat luas tanpa pandang status sosial. Burjo dengan rasa
istimewa dan khas ini masih dapat kita nikmati sampai saat ini dengan harga
terjangkau dan dapat disesuaikan dengan keinginan konsumennya. Dengan bekal
sifat ramah yang bersahaja dan kesederhanaannya dalam berjualan, beliau memiliki
banyak konsumen.
Modal menjadi Dasar Berjualan Mereka
Modal tentunya
merupakan hal esensial dalam berkembangnya suatu usaha kreatifitas dan inovatif
seorang pedagang, tak terkecuali bagi pedagang burjo Pak Suwardi. Setiap
harinya beliau menghabiskan kira-kira 5 kg kacang hijau yang merupakan bahan
dasar dari burjo itu sendiri. Hasil penjualannya terhitung mencapai
Rp.600.000,00 setiap harinya. Keuntungan yang diperolah perharinya pun tidak
sedikit lagi, mencapai Rp.325.000,00. Tentunya keuntungan itu diperoleh dari
hasil penjualan , dikurangi modal usahanya. Sehingga modal yang digunakan Bapak
Suwardi diperkirakan berkisar Rp.275.000,00. Modal tersebut tidak semata-mata
muncul begitu saja dari kantong pedagang burjo itu, modal ini diakui Pak Suwardi
berasal dari kiriman juragaannya. Kacang hijau, ketan dan kelapa yang menjadi
bahan pokok dalam pembuatan burjonya dikirim 2 kali sehari ke rumah Pak
Suwardi. Namun, semua bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan burjonya
tidak dibayar secara tunai oleh beliau. Melainkan, dibayar setengah harga dari
bahan baku tersebut kemudian sisanya dibayar hari esoknya ketika si pengirim
mengirimkan barang-barang baku burjonya atau Pak Suwardi mengenalnya dengan
istilah “gali lubang tutup lubang” sehingga, antara pemberi modal dengan Pak
Suwardi tidak ada pihak yang dirugikan dan juga tidak merasa dirugikan. Pak
Suwardi juga tidak lupa menuturkan bahwa beliau akan lebih diuntungkan jika
pelanggan membeli burjonya dengan menggunakan piring atau gelas sehingga tidak diperlukan
biaya lebih untuk membeli plastik pembungkus burjonya. Pak Suwardi menuturkan
bahwa selalu ada yang membantu beliau untuk memperoleh modal dagangannya
sehingga proses penjualan selalu berjalan dengan baik dan lancar. Kadang dalam
penjualan burjonya ada pembagian keuntungan antara pembeli modal dan Pak
Suwardi selaku penjual. Pak Suwardi juga tak lupa mengucap syukur atas
kemudahan yang selalu beliau peroleh baik dari segi penjualan dan permodalan
yang mengalir lancar. Oleh sebab itu, cita-cita tulus Pak Suwardi untuk
menyekolahkan anak-ananya mendapat gelar sarjana akan semakin berpeluang besar.
Cara Mensyukuri hasil jualan:
-Tak lupa berdoa kepada Alllah
-Tidak lupa mendoakan orang tua
-Bisa menyesuaikan sendiri
dengan sesama saling menghormati orang lain secara fisik / nonfisik
Motivasi bapak untuk bertahan
hidup
-Mencukupi untuk
segala-segalanya
-Cukup bagi orang kecil yaitu
cukup sandang, pangan, dan papan
-Apabila tidak merasa cukup,
maka tidak hidup
Pengalaman berharga
-kesuksesan anak, bahagia bisa
mengangkat derajat anak karena anaknya pintar. Beliau bisa menyukseskan anaknya
hingga anaknya bisa.
-bapak berusaha untuk membantu
anaknya mengumpulkan uang untuk membuat studio music(rental band)
Anaknya merupakan anak yang
pintar dan mempunyai bakat dalam seni.
Proses Pembuatan Bubur Kacang Hijau Pak Suwardi
Cara membuat bubur kacang hijau
Bahan yang dibutuhkan:
1.
Kacang hijau 5 kg
2.
Gula merah 5 kg
3.
Ketan hitam 5 kg
4.
Gula pasir 3 ½ kg
5.
Kelapa 12 biji
6.
Terigu cakra ½ kg
7.
Air
Cara mmbuat:
1.
Kacang hijau,ketan hitam dicuci
terlebih dahulu sampai bersih.
2.
Langkah yang pertama adalah memasak kacang
hijau. Masukkan air ke dalam panci,dipanaskan hingga mendidih.
3.
Kemudian masukkan kacang hijau ke
dalam panci tersebut,aduk secara terus-menerus hingga mendidih kurang lebih ¼
jam sampai kacang hijau tersebut lembut.
4.
Setelah itu, taburkan garam dan aduk
hingga merata serta panci tersebut ditutup kurang lebih 5 menit.
5.
Sehabis itu,
masukkan gula merah ke dalam panci dan aduk-aduk hingga gula tersebut
benar-benar hancur dan merata.
6.
Setelah itu
angkat panci dan tiriskan bubur kacang hijau.
7.
Langkah yang
kedua adalah memasak ketan hitam. Merebus air sebanyak 4 gayung hingga
mendidih.
8.
Kemudian masukkan
ketan hitam yang telah dicuci. Aduk hingga ketan tersebut lembut.
9.
Setelah itu,
masukkan gula pasir dan aduk hingga merata. Setelah itu angkat panci dan
ditiriskan.
10. Langkah ketiga yaitu pembuatan santan.
Setelah kelapa diparut dan disaring santanyya maka santan tersebut direbus
supaya masak dan rasa bubur tersebut lebih khas.
G.
KESIMPULAN
Kita harus mengetahui dan menyadari betapa susahnya seseorang dalam mencari nafkah
untuk menghidupi keluarganya. Mereka rela berkorban untuk melakukan itu.
Kebumen, 28Januari 2012
Tim Pewawancara,
1.
Muzayin Ahmad
Fuadi _____________
2.
Putri Wulan Suci _____________
3.
Trisnaningsih Affendi _____________
4.
Yuwan Martus
Tegar C _____________
H.
LAMPIRAN
§ Hal-hal sebelum,saat, dan setelah wawancara
Kelompok kami
terdiri dari empat anggota. Kami semua melakukan wawancara dirumah Bapak Suwardi. Bapak Suwardi adlah seorang
pedagang burjo asal Cirebon,
Jawa Barat yang berjualan burjo di Kabupaten Kebumen sejak puluhan tahun lalu. Kami berangkatwawancara bersama-bersama. Saat
itu Fuad, Trisna, dan Putri berangkat dengan mengendarai sepedasedangkanYuwan jalan kaki. Yuwan berjalan
kaki dengan Febrian. Yuwan meminta Febrian untuk menemani kami pergi ke rumah Bapak Suwardi sbab kami tidak
mengetahui secara tepat etak rumah Bapak
Suwardi. Alhamdulillah Febrian tahu dimana rumah Bapak Suwardi. Tidak lama setelah kami berjalan meninggalkan
sekolah tercinta, kami tiba di halaman rumah
Bapak Suwardi. Ternyata rumah
Bapak Suwardi dekat dengan sekolah tercinta.
Namun sebelum kami menemukan rumah beliau kami telah merasa cemas. Semua perasaan itu sempat menyergap kami saat memasuki
rumah Bapak Suwardi. Namun, semua perasaan itu sirna saat kami
disambut dan diterima dengan hangat dan ramah oleh bapak Suwardi seorang pedagang bubur kacang hijau yang sukses. Walaupun rumahnya tampak sederhana tetapi
kami merasa nyaman dengan keramahan bapak Suwardi.
Setelah sampai di rumah bapak Suwardi,ternyata
beliau mau pergi sebentar beliau mau ta’ziah telebih dahulu di rumah
bapak Kepala Sekolah Taman Dewasa. Kami menunggu sampai bapak Suwardi
pulang. Kami menunggu kira-kira setengah jam.
Setelah bapak Suwardi pulang, kami dipersilahkan masuk ke rumah bapak Suwardi. Kemudian kami memperkenalkan diri, kami mulai melakukan
wawancara dengan Bapak Suwardi. Beliaumerupakan sosok pedagang bubur kacang hijau nan ramah serta humoris. Suasana wawancara
berlangsung lancar dan penuh canda. Sesekali, beliau menyelipkan humor di
sela-sela jawaban atas pertanyaan yang kami berikan dan tawa kami juga tak terelakkan
lagi.
Meski suasana
wawancara berlangsung santai tetapi Bapak Suwardi tetap menjawab pertanyaan yang kami ajukan dengan
serius dan sungguh-sungguh. Pada saat kami menanyakan tentang penghasilan setiap harinya, beliau justru tertawa- tawa dan tidak memberi tahu berapa jumlah
penghasilannya. Entah mengapa beliau tidakmau menyebutkan penghasilannya.Beliau
hanya menyebutkan kalau penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Namun akhirnya beliau juga menyebutkan berapa penghasilannya
tiap hari. Ternyata penghasilannya cukup
banyak, bahkan penghasilaannya melebihi penghasilan seorang pembantu rumah tangga. Kami kagum terhadap
pekerjaan serta panghasilan beliau.
No comments:
Post a Comment