Puisi mimbar (disebut juga puisi panggung atau auditorium) adalah puisi yang secara maknawi gampang ditangkap, kata-katanya lugas, musikalitasnya bagus/kuat. Disebut puisi panggung karena akan sangat pas bila dipentaskan atau dipanggungkan. Keindahan puisi (baik secara lahir dan batin) akan semakin bergelora dan dapat dinikmati oleh pendengarnya ketika pembaca puisi mimbar ini dapat mengekseskusinya dengan baik.
Contoh-contoh puisi mimbar adalah sebagai berikut ini.
1. "Sajak Lisong" karya W.S. Rendra
2. "Sembahyang Rumputan" karya Ahmadun Yosi Herfanda
3. "Kembalikan Indonesia Padaku" karya Taufik Ismail
4. "Rakyat" karya Hartoyo Andangjaya
SAJAK LISONG
menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang
berak di atas kepala mereka
matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak–kanak
tanpa pendidikan
aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja-meja kekuasaan yang macet
dan papan tulis–papan tulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
.
delapan juta kanak–kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana–sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita-wanita bunting
antri uang pensiun
dan di langit
para teknokrat berkata:
bangsa kita adalah bangsa yang malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
gunung–gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat para penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak–kanak tanpa pendidikan
termangu–mangu di kaki dewi kesenian
bunga–bunga bangsa tahun depan
berkunang–kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta–juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samudra
kita mesti berhenti membeli rumus–rumus asing
diktat–diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa–desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata
inilah sajakku
pamplet masa darurat
apalah artinya renda-renda kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apalah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
kepadamu, aku bertanya.
W.S. RENDRA
(Agustus 1977)
SEMBAHYANG RUMPUTAN
walau kaubungkam suara azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan
takkan berhenti sembahyang
: inna shalaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi rabbil ‘alamin
topan menyapu luas padang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan jiwa dan badan
yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan habis-habisan
walau kautebang aku
akan tumbuh sebagai rumput baru
walau kaubakar daun-daunku
akan bersemi melebihi dulu
aku rumputan
kekasih tuhan
di kota-kota disingkirkan
alam memeliharaku subur di hutan
aku rumputan
tak pernah lupa sembahyang
: sesungguhnya shalatku dan ibadahku
hidupku dan matiku hanyalah
bagi allah tuhan sekalian alam
pada kambing dan kerbau
daun-daun hijau kupersembahkan
pada tanah akar kupertahankan
agar tak kehilangan asal keberadaan
di bumi terendah aku berada
tapi zikirku menggema
menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illallah
muhammadar rasulullah
aku rumputan
kekasih tuhan
seluruh gerakku
adalah sembahyang
Ahmadun Yosi Herfanda-1992
KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,Hari depan Indonesia adalah bola‐bola lampu 15 wat,sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,yang menyala bergantian,Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malamdengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelamkarena seratus juta penduduknya,
KembalikanIndonesiapadaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malamdengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan‐pelan tenggelamlantaran berat bebannya kemudian angsa‐angsa berenang‐renang di atasnya,Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,dan di dalam mulut itu ada bola‐bola lampu 15 wat,sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,Hari depan Indonesia adalah angsa‐angsa putih yang berenang‐renangsambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelamdan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
KembalikanIndonesiapadaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malamdengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelamkarena seratus juta penduduknya,Hari depan Indonesia adalah bola‐bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
KembalikanIndonesiapadaku
Taufik Ismail-Paris, 1971
RAKYATRakyat ialah kita
jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang
berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di
kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam di tambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja
Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemari angka-angka
yang selalu berkata dua adalah dua
yang bergerak di simpang siur garis niaga
rakyat ialah otak yang menulis angka-angka
Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka
Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang berkeringat
gunung batu berwarna coklat
di laut
angin yang menyapu kabut
awan menyimpan topan
rakyat ialah puisi di wajah semesta
Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa
Hartoyo Andangjaya-1962
No comments:
Post a Comment