Tuesday, 7 February 2023

PUISI-PUISI MIMBAR

Puisi mimbar (disebut juga puisi panggung atau auditorium) adalah puisi yang secara maknawi gampang ditangkap, kata-katanya lugas, musikalitasnya bagus/kuat. Disebut puisi panggung karena akan sangat pas bila dipentaskan atau dipanggungkan. Keindahan puisi (baik secara lahir dan batin) akan semakin bergelora dan dapat dinikmati oleh pendengarnya ketika pembaca puisi mimbar ini dapat mengekseskusinya dengan baik.

Contoh-contoh puisi mimbar adalah sebagai berikut ini.

1. "Sajak Lisong" karya W.S. Rendra

2. "Sembahyang Rumputan" karya Ahmadun Yosi Herfanda

3. "Kembalikan Indonesia Padaku" karya Taufik Ismail

4. "Rakyat" karya Hartoyo Andangjaya


SAJAK LISONG

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak–kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja-meja kekuasaan yang macet
dan papan tulis–papan tulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
.
delapan juta kanak–kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana–sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita-wanita bunting
antri uang pensiun

dan di langit
para teknokrat berkata:
bangsa kita adalah bangsa yang malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung–gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes terpendam
terhimpit di bawah tilam

aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat para penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak–kanak tanpa pendidikan
termangu–mangu di kaki dewi kesenian

bunga–bunga bangsa tahun depan
berkunang–kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta–juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samudra

kita mesti berhenti membeli rumus–rumus asing
diktat–diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan

kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa–desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apalah artinya renda-renda kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apalah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
kepadamu, aku bertanya.

W.S. RENDRA
(Agustus 1977)


SEMBAHYANG RUMPUTAN

walau kaubungkam suara azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan
takkan berhenti sembahyang
inna shalaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi rabbil ‘alamin

topan menyapu luas padang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi

sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan jiwa dan badan
yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan habis-habisan

walau kautebang aku
akan tumbuh sebagai rumput baru
walau kaubakar daun-daunku
akan bersemi melebihi dulu

aku rumputan
kekasih tuhan
di kota-kota disingkirkan
alam memeliharaku subur di hutan

aku rumputan
tak pernah lupa sembahyang
sesungguhnya shalatku dan ibadahku
hidupku dan matiku hanyalah
bagi allah tuhan sekalian alam

pada kambing dan kerbau
daun-daun hijau kupersembahkan
pada tanah akar kupertahankan
agar tak kehilangan asal keberadaan
di bumi terendah aku berada
tapi zikirku menggema
menggetarkan jagat raya
la ilaaha illallah
muhammadar rasulullah

aku rumputan
kekasih tuhan
seluruh gerakku
adalah sembahyang

Ahmadun Yosi Herfanda-1992


KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola‐bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola  yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan
Indonesia
padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan‐pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa‐angsa berenang‐renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola‐bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa‐angsa putih yang berenang‐renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan, 

Kembalikan
Indonesia
padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola‐bola lampu 15 wat, 
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Kembalikan
Indonesia
padaku

Taufik Ismail-Paris, 1971



RAKYAT

Rakyat ialah kita

jutaan tangan yang mengayun dalam kerja

di bumi di tanah tercinta

jutaan tangan mengayun bersama

membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga

mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota

menaikkan layar menebar jala

meraba kelam di tambang logam dan batubara

Rakyat ialah tangan yang bekerja

 

Rakyat ialah kita

otak yang menapak sepanjang jemari angka-angka

yang selalu berkata dua adalah dua

yang bergerak di simpang siur garis niaga

rakyat ialah otak yang menulis angka-angka

 

Rakyat ialah kita

beragam suara di langit tanah tercinta

suara bangsi di rumah berjenjang bertangga

suara kecapi di pegunungan jelita

suara bonang mengambang di pendapa

suara kecak di muka pura

suara tifa di hutan kebun pala

Rakyat ialah suara beraneka

 

Rakyat ialah kita

puisi kaya makna di wajah semesta

di darat

hari yang berkeringat

gunung batu berwarna coklat

di laut

angin yang menyapu kabut

awan menyimpan topan

rakyat ialah puisi di wajah semesta

 

Rakyat ialah kita

darah di tubuh bangsa

debar sepanjang masa


Hartoyo Andangjaya-1962




No comments: